Cerpen Pribadi


Suka Duka Paduan Suara
Hari Rabu, sepulang sekolah Aku berlatih paduan suara. Hari ini adalah hari seleksi untuk lomba paduan suara tingkat kabupaten. Saat dipanggil, Aku maju bersama Devi, teman baikku di paduan suara. Saat diseleksi kami menyanyikan lagu naik kereta api. Kami pun dapat menyelesaikan lagu tersebut. Terpilih 16 anggota untuk lomba, termasuk Aku dan Devi. Bu.Lutvi mengatakan bahwa dari 16 anggota tidak semua akan tampil ke panggung, aka nada 1 orang yang menjadi cadangan. Bu.Lutvi juga menambahkan bahwa anggota yang terpilih akan latihan setiap hari sepulang sekolah kurang lebih dua jam.
Esoknya, kami berlatih olah vocal. Mulai dari terknik pernafasan, teknik mengeluarkan suara, dan teknik penjedaan kalimat dalam bernyanyi. Jam menunjukkan pukul 5 sore, latihan pun berakhir dengan muka lelah disetiap wajah kami. Aku pulang dengan menggunakan motor. Dengan energi yang sudah terkuras aku segera mandi dan Sholat Ashar.
Seminggu kemudian, tidak seperti biasanya, latihan berlangsung lebih lama. Bu Lutvi pada saat itu marah karena kami tim paduan suara terkesan tidak niat dalam mengikuti latihan. Latihan pun selesai pada saat Adzan berkumandang. Aku segera pulang dan Sholat Maghrib. Selepas Sholat Maghrib, energiku benar-benar habis, mata serasa tidak ingin terbuka kembali. Aku segera menuju tempat tidurku yang nyaman, dan Aku pun terlelap. Pukul 9, Aku terbagun, untuk sekedar Sholat Isya’ selepas Sholat, mamaku bertanya,
“Kenapa tidur lagi dek, nggak belajar buat besok?” kata mamaku.
“Enggak Mam, aku capek.” Jawabku singkat.
“Emangnya nggak ada PR?”
“Ya besok aja aku kerjain.”
“Mama nggak mau lo, gara-gara latihan paduan suara kamu jadi males belajar.”
“Iya Mam.”
 Dengan pikiran kosong, aku menuju tempat tidurku lagi.

Esok tiba, Aku bangun sekitar jam 5 pagi. Segera Aku Sholat Shubuh dan kemudian mandi. Kubuka buku pelajaranku, dan benar dugaan Mamaku, ada PR yang belum kukerjakan. Tanganku segera mencoret-coretkan tinta bolpoin ke atas buku. Entah benar atau salah PR jawaban yang ku tulis, yang penting aku sudah mengerjakannya. Di sela-sela aku memakai seragam, Mamaku pamit duluan untuk bekerja. Sebagai guru, Mama memang harus berangkat pagi, karena ada pelajaran tambahan IPS di sekolah Mama. Sedangkan Aku, Aku berangkat sekitar pukul 7.35. Segera Aku melaju menuju sekolah.

Pelajaran pertama, PR matematika dibahas, tak biasanya Aku tidak maju untuk menulis jawaban. Karena aku sanksi apakah jawaban yang kutulis tadi pagi benar atau tidak. Aku mengikuti pelajaran lain dengan santai. Sepulang sekolah, Aku memasuki ruang kesenian. Baru selangkah ingin melewati pintu, suara tidak biasa terdengar.
“Pe, aku ijin nggak ikut latihan hari ini ya, aku ada les jam 4 sore.” Kata Kak Lia kepada Kak Putri selaku Ketua Paduan Suara
“Nggak bisa, kita harus latihan setiap hari, Kan Bunda udah bilang, jika salah satu anggota hilang, satu tim tidak bisa maju, dan akan terus terjebak di kesalahan yang sama.” Jawab Kak Putri.
“Tapi aku udah sering bolos les, hari ini pelajaran lesnya IPA, dan aku gak mau bolos lagi.”
“Yaudah terserah kamu, yang penting aku udah bilangin. Kamu tinggal pilih mau tetep ikut lomba apa enggak.” Jawab Kak Putri yang mulai ketus.
“Kamu kenaoa sih, Put, kok jadi nyolot, terus gimana sama Cicilia yang hari ini nggak dating latihan?”
“Dia udah ijin kok sama aku, dia ada acara di gerejanya, ya udah aku ijinin.”
“Uh, dasar Ketua Pilih Kasih!” Kata Kak Lia meninggalkan ruang kesenian.

Dengan wajah polos, aku menuju teman-temanku yaitu Lita dan Devi, kami mulai menyantap bekal makanan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Suasana gembira yang biasa terpancar, kini berubah menjadi suasana hening tanpa suara. Bunda memasuki ruangan, ini saatnya untuk memulai latihan. Dengan dirigen Lita, kami menyanyikan lagu pertama yang berjudul ‘Raharjo Sidoarjo’ dan lagu kedua berjudul ‘Sinten Nunggang Sepur’. Sekitar 6 menit, kami selesai dan Bu Lutvi angkat bicara,
“Kalian serius ingin mengikuti lomba? Kalau kemampuan kalian gini terus, setiap latihan mulai dari 0 lagi, 0 lagi, nggak ada perubahan, belum lagi gerakannya. Jangankan juara 3, harapan saja nggak bisa. Besok saya mau kalian harus serius berlatih.” Dengan pikiran yang melayang entah kemana, Aku menjalani latihan tersebut.
“Assalamualaikum.” Suaraku memasuki rumah.
“Walaikumsalam.” Jawab Mama.
“Mama tadi ngeliat ada kertas ulangan nilainya 55. Itu ulangan apa?” Kata Mamaku mengawali percakapan.
“Oh, itu mungkin pelajaran IPA, itu udah dulu kok ulangannya.”
“Kok nggak pernah bilang Mama?”
“Iya maaf Mam, aku lupa.”
“Jangan-jangan, gara-gara paduan suara nilai kamu jeblok?”
“Enggak kok Mam.” Jawabku mulai gelisah.
“Udah nggak usah latihan paduan suara lagi, kayaknya nilai kamu turun gara-gara paduan suara.”
“Ya Jangan Mam, Aku udah latihan sejauh ini, masak harus putus ditengah jalan. Aku janji nggak dapet nilai jelek lagi.”
“Gimana mau dapet bagus, pulang sekolah langsung tidur, paginya siap-siap berangkat sekolah. Sekarang pilih, keluar padus nilai bagus, atau tetep padus tapi nilai jelek?”
“Aku pilih ikut padus nilai bagus.”
“OK, kalo adek milih gitu, harus komitmen! Habis pulang belajar dulu, kerjain tugas jangan lupa. Terus harus bisa bagi waktu.”
“Iya Mam.” Jawabku pasrah.
“Yaudah , mandi sana, terus makan.”

Berminggu-minggu Aku berlatih paduan suara, selain bersama Bu.Lutvi kami juga dilatih oleh Mas Dani dan Mbak Ari. Mendekati hari lomba, kami berlatih gerakan dan hunting mencari kostum. Sampai-sampai harus memakai jam pelajaran untuk berlatih. Meskipun begitu, aku tetap teguh pada komitmenku pada Mamaku. Meskipun aku tidak mengikuti pelajaran ke 1-4, aku tetap mengerjakan tugas. Aku juga belajar tanpa lelah agar nilai ulanganku bagus. Karena aku tidak mau keluar padus, aku terlanjur menyukai padus, mengikuti padus menjadi hiburan tersendiri untukku. Aku membuktikannya pada Mamaku, dengan bangga aku menyerahkan banyak kertas ulangan. Dan Alhamdulillah, tidak ada yang jeblok. Mama hanya berkomentar ‘Ini baru namanya anak Mama’. Fyuh, lega sudah satu masalah terselesaikan. Tinggal satu masalah lagi, paduan suara. Aku harus bisa menyelesaikan tugas yang satu ini.
Hari yang dinanti tiba, hari perlombaan. Kami berlomba di SMKN 1 Buduran. Sesampainya ditempat, kami berlatih sebentar di dalam sekolah. Sesaat kemudian, saat yang paling tidak mengenakkan, Bu Lutvi mengumumkan anak yang menjadi cadangan. Aku hanya bergumam semoga bukan aku, semoga bukan aku. “Maaf Nayla, kamu yang menjadi cadangan.” Kata Bu.Lutvi. Semua mata tertuju pada satu anak, air mata mengalir membasahi pipi anak itu. Tak kusangka, padahal anak ini salah satu anak yang semangat dalam mengikuti latihan. Tapi, lomba tetap lomba, pada saat nomor urut 8 dipanggil, Tim Paduan Suara memasuki panggung.
Alunan pengiring piano mengalun lembut, kami menyanyikan lagu dengan sebaik-baiknya sesuai arahan Bu.Lutvi, kami juga memperhatikan kekompakan gerakan dan juga ekspresi yang terpancar di wajah kami. Mata kami tertuju pada satu arah, sang dirigen. Setelah lagu berakhir, kami keluar dari panggung. Muka lega tercurah dari setiap anggota.
Menit-menit pengumuman adalah saat paling mendebarkan. Kulihat semua anak hanya menunduk dan berdoa, tak terkecuali aku. Hanya kata bismillah yang ada didalam pikiranku. Semoga Tim Paduan Suara SMPN 2 Sidoarjo menang, AMIN! Pembawa acara mengumumkan juara 3 dan juara 2, dan bukan nomor urut 8 yang disebut. “Siapa ya juara 1 nya..” Kata pembawa acara memancing semangat semua peserta “Yang menjadi pemenang, nomor urut 8, SMPN 1 Sidoarjo! Selamat SMPN 1 Sidoarjo.” Otakku berpikir sejenak, bukankah nomor urut 8 adalah SMPN 2 Sidoarjo. Dan beberapa saat kemudian pembawa acara mulai berbicara “Maaf, para hadirin sekalian. Ternyata nomor urut 8 adalah TIM PADUAN SUARA SMPN 2 SIDOARJO! Selamat!”. Meskipun terjadi insiden kecil, tangis dan haru karena bangga muncul dari semua anggota paduan suara SMPN 2 Sidoarjo. Aku segera mengucapkan hamdalah atas kemenangan ini. 

Komentar