Perbankan

Pengertian Bank Syariah dan Fungsi Bank Syariah

Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.


Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.


Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.


Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.


Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.


Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.


a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).


b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).


c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).


d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).


e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).


Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.


Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.

Perbankan Syariah

Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi

Kitab Al-Qur’an melarang riba, antara lain:

a. Al-baqarah : 278-279

“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) …………..Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya.”

b. Ali- Imran : 130

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”

c. An-nisaa : 130

“…………dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil…………….”

d. Ar-ruum : 39

“Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah itu tidak bertambah……..”

Selain dalam Al-Qur’an, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga atau laba dan uang tidak dipandang sebagai komoditi.

Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991.

Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah (UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah

KEUNIKAN PERBANKAN SYARIAH

Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengan bank konvensional, sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan dan pengawasan bagi Bank syariah

Perbedaan mendasar tersebut terutama:

b. Perlunya jaminan pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank.

c. Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari pelarangan bunga yang digantikan dengan skema PLS dengan instrumen nisbah bagi hasil.

Langkah penting untuk mengatasi masalah unik dari sistem bagi hasil misalnya : moral hazard (tindakan yang dilakukan oleh penerima amanat yang bertentangan dengan kesepakatan awal dalam menjalankan amanat yang diterimanya), asymmetric information (ketidakseimbangan informasi antara pemberi amanat dan yang diberi amanat, di mana pihak yang diberi amanat memiliki informasi yang lebih banyak ketimbang pihak yang memberi amanat), dll adalah dengan cara:

a. penerapan good governance (tata kelola yang baik)

b. ketentuan disclosure dan transparansi keuangan

c. pengembangan skema insentif yang optimal dll
Jenis Produk Bank Syariah

Jenis produk Bank Syariah akan tergantung pada fungsi pokok bank syariah. Fungsi pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat terdiri dari:

1. Fungsi Pengumpulan Dana (Funding)

2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)

3. Pelayanan Jasa (Service)

Dalam bank syariah produk-produk penghimpunan dana dapat diterapkan berdasarkan prinsip masing-masing, yaitu:

a. Wadiah yaitu akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan dapat meminta jasa untuk keamanan dan pemeliharaan.

b. Mudharabah yaitu akad usaha dimana salah satu pihak memberikan modal (Sahibul Mal), sedangkan pihak lainnya memberikan keahlian (Mudharib) dengan nisbah yang disepakati dan apabila terjadi kerugian , maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut.

Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Mudharabah mutlaqah (investasinya tidak terikat).

b) Mudharabah muqayyadah: investasinya terikat (tertentu).

Selanjutnya di PSAK no 59 paragraf 8 dan 9 secara rinci dijelaskan pengertian dari kedua jenis Mudharabah ini.

08 Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya

09 Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan objek investasi.

Contoh batasan tersebut, misalnya:

a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya

b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga

Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penghimpunan dana (funding) terdiri dari:

1. Giro adalah

- simpanan yang dapat diambil sewaktu-waktu atau berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan cek atau kartu ATM sebagai media/alat penarikan.

- dapat dibuka oleh perorangan atau perusahaan.

- Cek dapat berbentuk tunai atau melalui rekening (account payable).

Sesuai dengan penjelasan tentang 2 akad diatas, maka giro menggunakan akad Wadiah.

2. Simpanan/tabungan:

- simpanan yang dapat diambil berdasarkan kesepakatan dengan menggunakan buku/kartu tabungan atau kartu ATM sebagai alat penarikan.

- Buku tabungan merupakan bukti pemilikan dari pemegang rekening.

- Terdapat aturan tentang setoran pertama dan saldo minimal.

Kedua jenis akad di atas dapat dipakai dalam simpanan. Jadi jenis simpanan menurut akadnya dibagi menjadi:

- Simpanan Wadiah dan

- Simpanan Mudharabah

3. Deposito

- simpanan untuk jangka waktu tertentu yang dapat diambil setelah jangka waktu tertentu.

- menggunakan bilyet sebagai tanda bukti simpanan.

- mendapatkan bagi hasil yang dibayarkan tiap akhir bulan.

Akad yang dapat dipakai dalam Deposito adalah Mudharabah.

Catatan:

*) Bila akad yang dipakai adalah Mudharabah muqayyadah, maka:

- nasabah meminta Bank untuk menyalurkan dananya kepada projek atau nasabah tertentu.

- Atas tugas ini bank dapat memperoleh fee atau porsi keuntungan.

- Keuntungan yang diperoleh dari penyaluran dana ini dibagi antara nasabah sebagai pemilik modal (Sahibul Mal) dan pelaksana projek sebagai mudharib (orang yang memberikan keahlian)

- Pola seperti ini dalam dunia perbankan disebut chanelling bukan executing

Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penyaluran dana (financing) dibagi menjadi 3 kategori besar:

1. Jual-beli

2. Bagi Hasil/Untung

3. Sewa

1. Jual-beli

Produk jual-beli dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Murabahah

b. Salam dan salam parallel

c. Istishna dan istishna paralel

Penjelasan dari masing-masing produk disajikan berikut ini:

a. Murabahah

- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli dimana Bank bertindak selaku penjual dan nasabah selaku pembeli

- Harga beli diketahui bersama dan tingkat keuntungan untuk Bank disepakati dimuka

- Dalam fiqih klasik murabahah dilakukan secara tunai, dalam praktik perbankan nasabah dapat membayar secara angsuran dan untuk antisipasi kemacetan, Bank dapat meminta jaminan

- Dalam fiqih klasik, penjual membeli barang langsung dari penjual pertama. Dalam perbankan syariah barang dapat dikirim langsung kepada nasabah atau nasabah membeli sendiri selaku wakil Bank dalam membeli

- Bank dapat meminta uang muka dari nasabah untuk pembelian barang tersebut secara murabahah

- Bila nasabah membayar tepat waktu atau melunasi sebelum jatuh tempo, nasabah dapat meminta keringanan (diskon) bila Bank menyetujui b. Salam dan salam paralel

- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan dimuka dengan syaratsyarat tertentu

- dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku pembeli sedangkan nasabah bertindak selaku penjual. Uang pembelian diberikan dimuka kepada nasabah

- Karena barang akan dikirimkan kemudian, maka nasabah selaku penjual berhutang kepada bank

- Biasanya diterapkan untuk pembiayaan produk pertanian atau produk-produk yang terstandarisasi

- Bank hanya mendapat keuntungan apabila komoditi yang dikirim oleh nasabah dijual dengan harga yang lebih tinggi

- Bank dapat menjual barang tersebut sebelum jatuh tempo kepada pihak lain dengan cara yang sama (salam), tapi tidak boleh dikaitkan dengan salam yang pertama. Bila hal ini yang terjadi maka salamnya adalah Salam paralel

- Apabila dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dikhawatirkan terkena riba

- Apabila nasabah gagal (wan prestasi, default) dalam menyerahkan barang yang dipesan, maka kewajiban terhadap bank tidak berubah. Penyerahan barang harus tetap dilakukan walaupun harus ditunda karena kegagalan

- Jika bank setuju, modal bank dikembalikan senilai ketika pertama kali diberikan

c. Istishna dan istishna parallel

- hampir sama dengan salam tetapi berbeda pada objek yang dibiayai dan cara pembayarannya

- Pada Salam objek yang dibiayai sudah terstandarisasi, sedangkan pada istishna objek yang dibiayai bersifat customized (harus dibuat terlebih dahulu)

- Pada Salam pembayaran oleh bank dibayar dimuka sekaligus, sedangkan pada istishna pembayaran oleh bank dapat dicicil/bertahap 2. Bagi Hasil/Untung

Produk Bagi Hasil/Untung dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:

a) Mudharabah

b) Musyarakah

c) Rahn

a) Mudharabah

- dalam pembiayaan Mudharabah , bank bertindak sebagai pemilik dana (sahibul mal) dan nasabah sebagai pengelola usaha (mudharib)

- dalam fiqih klasik yang dibagikan adalah keuntungan (pendapatan dikurangi biaya), tetapi dalam praktik yang dibagikan adalah Revenue karena sulit untuk menemukan kesepakatan tentang biaya-biaya yang dikeluarkan nasabah

- Nisbah bagi hasil disepakati di muka termasuk bila terjadi kerugian

- dalam fiqih klasik, Mudharabah adalah akad yang modal dikembalikan ketika usaha berakhir. Dalam sebagian praktik perbankan syariah, modal yang digunakan nasabah dicicil untuk memudahkan pengembalian ketika Mudharabah berakhir

- dalam fiqih klasik, ketika usaha menemui kegagalan semua aset yang tersisa dijual dan dikembalikan kepada sahibul mal (Bank).

Dalam perbankan syariah nasabah selaku mudharib (pengelola usaha) masih diberi kesempatan untuk melanjutkan/memperbaiki usaha dengan penambahan modal dari bank b) Musyarakah

- dalam Musyarakah, bank dan nasabah bertindak selaku syarik (partner) yang masing-masing memberikan dana untuk usaha

- pembagian keuntungan menurut kesepakatan dan apabila rugi dibagi menurut porsi modal masing-masing (proporsional)

- selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam manajemen sesuai kaidah musyarakah c) Rahn (gadai)

- adalah penyerahan jaminan untuk mendapat pinjaman

- Rahn dalam syariah dapat berbentuk:

- Fiducia: penyerahan barang, tetapi hanya dokumen yang ditahan. Barangnya masih dapat digunakan oleh pemilik

- Gadai : penyerahan barang secara fisik sehingga pemilik tidak dapat menggunakan lagi.

3. Sewa (Ijarah)

- Bila pembiayaan berdasarkan akad Ijarah maka Bank berlaku sebagai pemberi sewa (mu’jir) dan nasabah selaku penyewa (musta’jir)

- Pada fiqih klasik, bank (pemberi sewa), bank harus memiliki barang sebelum menyewakan kepada nasabah (penyewa)

- Pada umumnya Bank tidak memiliki barang, tetapi menyewa dari pihak lain, kemudian menyewakan lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang lebih tinggi selama tidak ada kaitan antara akad sewa pertama dengan sewa kedua

- Ijarah dalam bank syariah bisa disamakan dengan operating lease, bukan financial lease atau capital lease (lihat bahasan sewa guna usaha/leasing). Jadi bank bertanggung jawab atas pemeliharaan aset yang disewa

- Bila bank memiliki objek yang disewakan, maka bank dapat memberi Opsi bagi nasabah untuk memiliki objek yang disewanya. Ijarah jenis ini dinamakan Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik atau Ijarah wal Iqtina. Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik memakai 2 akad yaitu akad sewa dan janji (opsi) kepemilikan. Kepemilikan bisa dilakukan kalau masa sewa telah berakhir. Hal ini hampir sama dengan capital lease.
Jasa Perbankan

adalah pelayanan Bank terhadap nasabah dengan tidak menggunakan modal tunai. Atas jasa yang diberikan, bank akan menerima imbalan (fee).

Jenis Produk Bank bila dilihat dari fungsi pelayanan jasa (service) terdiri dari:

a. Transfer (pengiriman uang)

b. Inkaso (pencairan cek)

c. Valas (penukaran mata uang asing)

d. L/C (Lettter of Credit)

e. Letter of Guarantee dll

Bank syariah menggunakan akad dalam penetapan produknya.

Akad yang dipakai sebagai dasar dalam jasa perbankan syariah:

1. Wakalah (Perwakilan)

Produk yang memakai akad ini: Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C

2. Kafalah (Penjaminan)

Produk yang memakai akad ini: Bank Guarantee, L/C, Charge Card

3. Hawalah (Pengalihan Piutang)

Produk yang memakai akad ini:Bill Discounting, Post Dated Check (cek mundur), anjak piutang

4. Sarf (Pertukaran mata uang)

Produk yang memakai akad ini: Jual beli Valuta Asing

Dalam perbankan syariah, jasa perbankan menggunakan dana/fasilitas bank sendiri, oleh karena itu pendapatan yang diperoleh dari penjualan jasa ini harus disendirikan atau tidak ikut dibagikan kepada pemilik simpanan.

Untuk mempermudah transaksi antar Bank dan antara Bank dengan Bank Indonesia seperti perbankan konvensional, , maka Bank syariah juga menggunakan produk Interbank.
Jenis Produk Interbank

a. Sertifikat Mudharabah antar Bank adalah instrumen pasar uang antar bank yang hanya dapat dijual satu kali kepada bank lain dengan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan

b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah instrumen Bank Indonesia untuk menyerap kelebihan likuiditas dalam perbankan

c. Fasilitas pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas Bank Indonesia bagi perbankan syariah untuk menutupi selisih posisi (mismatch)

Perbankan syariah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail
Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.[1][2]

Sejarah

Suatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12.[3] Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.
Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis.[2] Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.[4]
Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan.[5] Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika.[6] Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist.[7] Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.[8] Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.[9]

Prinsip perbankan syariah

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:[4]
  1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,
  2. Bunga (ربا riba),
  3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسر maisir), serta
  4. Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:[4]
Bank Islam
  • Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
  • Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
  • Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
  • Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional
  • Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
  • Memakai perangkat suku bunga
  • Berorientasi keuntungan
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
  • Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis
Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.[10]

Produk perbankan syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

Titipan atau simpanan

  • Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
  • Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Bagi hasil

  • Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
  • Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
  • Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
  • Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

Jual beli

  • Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
  • Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
  • Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.

Sewa

  • Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
  • Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa.

Jasa

  • Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam.
  • Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan.
  • Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga pengambilalihan hutang).
  • Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.
  • Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial.

Tantangan Pengelolaan Dana

Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit (272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah. Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau sukuk yang dipersiapkan pemerintah.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek besar, melibatkan lembaga keuangan global.
Adanya perbankan syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80% beragama islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian orang islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat islam berdirinya bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar.
Tetapi sistem perbankan syariah di Indonesia masih belum sempurna atau masih ada kekurangannya yaitu masih berinduk pada Bank Indonesia, idealnya pemerintah Indonesia mendirikan lembaga keuangan khusus syariah yang setingkat Bank Indonesia yaitu Bank Indonesia Syariah.

Komentar